Showing posts sorted by date for query tradisi-dalam-kehidupan-masyarakat-cara-masyarakat-praaksara-mewariskan-masa-lampaunya. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query tradisi-dalam-kehidupan-masyarakat-cara-masyarakat-praaksara-mewariskan-masa-lampaunya. Sort by relevance Show all posts

Tradisi Dalam Kehidupan Masyarakat | Cara Masyarakat Era Praaksara Mewariskan Era Lampaunya

Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya - Setelah kemarin kita membahas perihal HAKIKAT DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH | Pengertian Sejarah | Sejarah sebagai peristiwa, kisah, ilmu dan seni sekarang kita membahas Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakt masa Praaksara mewarsikan masa lampaunya.  Sejarah merupakan pengalaman kehidupan mansuia di masa lampau, sedangkan salah satu fungsi sejarah yaitu untuk menawarkan identitas kepada masyarakatnya. Sebuah masyarakat dengan banyak sekali identitasnya, mirip budaya, norma-norma, dan watak istiadatnya, pastilah memiliki jejak-jejak sejarahnya di masa lampau. Dengan demikian, kisah sejarah dianggap perlu untuk memperlihatkan identitas atau jati dirinya yang berbeda dengan masyarakat yang lain. Kisah sejarah juga dianggap perlu sebagai pengalaman kolektif di masa lampau. Dengan demikian, kisah sejarah yang sanggup menjelaskan keberadaan suatu masyarakat atau tempat dianggap penting, baik pada masa masyarakat sebelum mengenal goresan pena (praaksara) maupun setelah mengenal goresan pena (masa aksara).

Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya
Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya


Tradisi Lisan sebagai sebuah karya sejarah tradisional tidak memakai mekanisme penulisan sejarah ilmiah. Karya-Karya yang disebarkan melalui tradisi verbal seringkali memuat sesuatu yang bersifat supranatural di luar jangkauan pemikiran manusia. Dalam karya-karya tersebut antara fakta dan imajinasi serta fantasi bercampur baur.

Tradisi verbal ini  antara lain berupa mitos, legenda, dan dongeng. Tradisi verbal ini diwariskan dan disebarluaskan sebagai milik bersama. Di samping itu, tradisi verbal juga menjadi simbol identitas bersama.
Di dalam keraton banyak ditemukan banyak sekali macam lambang dalam segi kehidupan, dimulaui dari bentuk dan cara mengatur bangunan, mengatur penanaman pohon yang dianggap kramat, mengatur tempat duduk, menyimpan dan memelihara pusaka, macam pakaian yang dikenakan dan cara mengenakannya, bahasa yang harus dipakai, tingkah laku, pemilihan warna dan seterusnya. Keraton juga menyimpan dan melestarikan nilai-nilai lama. Mitos yang sangat kuat terhadap kehidupan masyarakat dan komunitas keraton yaitu mitos kanjeng ratu kidul.

Kedudukan mitos itu sangat menonjol, alasannya tanpa mengenal mitos Kanjeng Ratu kidul, orang tidak akan sanggup mengerti makna dari tarian sakral Bedhaya ketawang, yang semenjak paku Buwana C naik tahta, setiap setahun sekali tarian itu dipergelarkan pada program ulang tahun penobatan raja. Tanpa mengenal mitos itu makna panggung sangga buwana akan sulit dipahami, demikian pula mengenai mitos yang dulu dikenal rakyat sebagai lampor.

Terdapat banyak sekali macam versi mitos kanjeng Ratu kidul antara lain berdasarkan dongeng pujangga Yosodipuro. Di kerajaan kediri, terdapat seorang putra Raja Jenggal yang berama Raden Panji sekar Taji yang pergi meninggalkan kerajaannya untuk mencari tempat kekuasaan baru. Pada masa pencariannya sampailah ia di hutan sigaluh yang di dalamnya terdapat pohon beringin berdaun putih dan bersulur panjang yang berjulukan Waringin putih. Pohon itu ternyata merupakan sentra kerajaan para lelembut (makhluk halus) dengan sang Prabu Banjaran Seta sebagai rajanya.

Berdasarkan keyakinannya akan tempat itu, Raden Panji Sekar Taji melaksanakan pembabatan hutan sehingga pohon Waringin putih tersebut ikut terbabat. Dengan terbabatnya pohon itu si raja lelembut yaitu Prabu Banjaran Seta merasa bahagia dan sanggup menyempurnakan hidupnya dengan pribadi musnah ke alam sebenarnya. Kemusnahannya berwujud suatu cahaya yang kemudian pribadi masuk ke badan Raden Panji sekar Taji sehingga mengakibatkan dirinya bertambah sakti.

            Alkisah, Retnaning Dyah Angin-Angin yaitu saudara perempuan Prabu Banjaran Seta yang kemudian menikah dengan Raden Panji Sekar Taji yang selanjutnya dinobatkan sebagai raja. Dari hasil perkawinannya, pada hari selasa kliwon lahirlah putri yang berjulukan Ratu Hayu. Pada ketika kelahiran putri ini, berdasarkan dongeng dihadiri oleh para bidadari dan semua makhluk halus. Putri tersebut diberi nama oleh eyangnya (Eyang sindhula), Ratu pegedong, dengan cita-cita nantinya akan menjadi perempuan tercantik di jagat raya. Setelah cukup umur ia benar-benar menjadi perempuan yang bagus tanpa cacat atau tepat dan wajahnya mirip dengan wajah ibunya bagaikan pinang dibelah dua. Pada suatu hari, Ratu Hayu atau Ratu Pagedongan menajdi perempuan yang bagus menangis memohon kepada eyangnya supaya kecantikan yang dimilikinya abadi. Dengan kesaktian eyang sindhula, akibatnya permohonan Ratu Pagedongan menjadi perempuan yang cantik, tidak pernah renta atau keriput dan tidak pernah mati hingga hari simpulan zaman dikabulkan, dengan syarat ia akan berubah sifatnya menjadi makhlus halus yang sakti mandra guna (tidak ada yang sanggup mengalahkannya).

Setelah menjelma makhluk halus, oleh sang ayah, putri pagedongan diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memerintah seluruh wilayah maritim selatan serta menguasai Seluruh makhluk halus di seluruh pulau jawa. Selama hidupnya Ratu Pagedongan tidak memiliki pendamping tetapi ia diramalkan bahwa suatu ketika ia akan bertemu dengan raja agung (hebat) yang memerintah di tanah jawa. Sejak ketika itu ia menjadi ratu dari rakyat makhluk halus dan berkuasa penuh di maritim selatan.
Kekuasaan ratu kidul di maritim selatan juga tertulis dalam serat Wedatama yang berbunyi :

Wikan Wengkoning Samodra
Kederan Wus den Ideri,
Kinemat Kamot hing driya
Rinegan segegem dadi
Dumadya angratoni,
Nenggih Kanjeng Ratu kidul,
Ndedel nggayuh Nggegana,
Umara marak maripih,
Sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda,
Diterjemahkan :
Tahu akan batas samudra
Semua telah dijelajahi
Dipesona nya masuk hati
Digenggam satu menjadi
Jadilah ia merajai
Syahdan sang ratu kidul
Terbang tinggi mengangkasa
Lalu tiba bersembah
Kalah perbawa terhadap
Junjungan Mataram
[Setubuh alamai-senyawa illahi]

Yang artinya : Mengetahui/mengerti betapa kekuasaan samudra, seluruhnya sudah dilalui/dihayati, dirasakan, dan meresap dalam sanubari, menyerupai digenggam menjadi satu genggaman, sehingga terkuasai. Tersebutlah kanjeng Ratu kidul, naik ke angkasa, tiba menghadap dengan hormat, kalah wibawa dengan raja mataram.

Ada Versi lain dari masyarakat sunda (jawa barat) yang menceritakan bahwa pada zaman kerajaan pajajaran, terdapat seorang putri raja yang buruk rupa dan mengidap penyakit kulit bersisik sehingga bentuk dan seluruh tubuhnya buruk tidak terawat. Oleh alasannya itu, ia diusir dari kerajaan oleh saudara-saudaranya alasannya merasa aib memiliki saudara yang berpenyakitan mirip dia. Dengan perasaan sedih dan kecewa, sang putri kemudian bunuh diri dengan mencebur ke maritim selatan.

Pada suatu hari rombongan kerajaan Pajajaran mengadakan selametan di Pelabuhan Ratu. Pada ketika mereka tengah khusuk berdo’a munculla si putri yang bagus dan mereka tidak mengerti mengapa ia berada di situ, kemudia si putri menjelaskan bahwa ia yaitu putri kerajaan pajajaran yang diusir oleh kerajaan dan bunuh diri di maritim selatan, tetapi kini telah menjadi ratu makhluk halus dan menguasai seluruh maritim selatan. Selanjutnya oleh masyarakat, ia dikenal sebagai ratu kidul.


Dari cerita-cerita mitos perihal kanjeng ratu kidul, jelaslah bahwa kanjeng Ratu kidul yaitu penguasa lautan yang bertahta di maritim selatan dengan kerajaan yang berjulukan Keraton Bale Sokodhomas.

Demikianlah. Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya. Semoga bermanfaat. 



Tag : Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa LampaunyaTradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya,Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya

Tradisi Dalam Kehidupan Masyarakat | Cara Masyarakat Era Praaksara Mewariskan Era Lampaunya

Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya - Setelah kemarin kita membahas perihal HAKIKAT DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH | Pengertian Sejarah | Sejarah sebagai peristiwa, kisah, ilmu dan seni sekarang kita membahas Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakt masa Praaksara mewarsikan masa lampaunya.  Sejarah merupakan pengalaman kehidupan mansuia di masa lampau, sedangkan salah satu fungsi sejarah yaitu untuk menawarkan identitas kepada masyarakatnya. Sebuah masyarakat dengan banyak sekali identitasnya, mirip budaya, norma-norma, dan watak istiadatnya, pastilah memiliki jejak-jejak sejarahnya di masa lampau. Dengan demikian, kisah sejarah dianggap perlu untuk memperlihatkan identitas atau jati dirinya yang berbeda dengan masyarakat yang lain. Kisah sejarah juga dianggap perlu sebagai pengalaman kolektif di masa lampau. Dengan demikian, kisah sejarah yang sanggup menjelaskan keberadaan suatu masyarakat atau tempat dianggap penting, baik pada masa masyarakat sebelum mengenal goresan pena (praaksara) maupun setelah mengenal goresan pena (masa aksara).

Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya
Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya


Tradisi Lisan sebagai sebuah karya sejarah tradisional tidak memakai mekanisme penulisan sejarah ilmiah. Karya-Karya yang disebarkan melalui tradisi verbal seringkali memuat sesuatu yang bersifat supranatural di luar jangkauan pemikiran manusia. Dalam karya-karya tersebut antara fakta dan imajinasi serta fantasi bercampur baur.

Tradisi verbal ini  antara lain berupa mitos, legenda, dan dongeng. Tradisi verbal ini diwariskan dan disebarluaskan sebagai milik bersama. Di samping itu, tradisi verbal juga menjadi simbol identitas bersama.
Di dalam keraton banyak ditemukan banyak sekali macam lambang dalam segi kehidupan, dimulaui dari bentuk dan cara mengatur bangunan, mengatur penanaman pohon yang dianggap kramat, mengatur tempat duduk, menyimpan dan memelihara pusaka, macam pakaian yang dikenakan dan cara mengenakannya, bahasa yang harus dipakai, tingkah laku, pemilihan warna dan seterusnya. Keraton juga menyimpan dan melestarikan nilai-nilai lama. Mitos yang sangat kuat terhadap kehidupan masyarakat dan komunitas keraton yaitu mitos kanjeng ratu kidul.

Kedudukan mitos itu sangat menonjol, alasannya tanpa mengenal mitos Kanjeng Ratu kidul, orang tidak akan sanggup mengerti makna dari tarian sakral Bedhaya ketawang, yang semenjak paku Buwana C naik tahta, setiap setahun sekali tarian itu dipergelarkan pada program ulang tahun penobatan raja. Tanpa mengenal mitos itu makna panggung sangga buwana akan sulit dipahami, demikian pula mengenai mitos yang dulu dikenal rakyat sebagai lampor.

Terdapat banyak sekali macam versi mitos kanjeng Ratu kidul antara lain berdasarkan dongeng pujangga Yosodipuro. Di kerajaan kediri, terdapat seorang putra Raja Jenggal yang berama Raden Panji sekar Taji yang pergi meninggalkan kerajaannya untuk mencari tempat kekuasaan baru. Pada masa pencariannya sampailah ia di hutan sigaluh yang di dalamnya terdapat pohon beringin berdaun putih dan bersulur panjang yang berjulukan Waringin putih. Pohon itu ternyata merupakan sentra kerajaan para lelembut (makhluk halus) dengan sang Prabu Banjaran Seta sebagai rajanya.

Berdasarkan keyakinannya akan tempat itu, Raden Panji Sekar Taji melaksanakan pembabatan hutan sehingga pohon Waringin putih tersebut ikut terbabat. Dengan terbabatnya pohon itu si raja lelembut yaitu Prabu Banjaran Seta merasa bahagia dan sanggup menyempurnakan hidupnya dengan pribadi musnah ke alam sebenarnya. Kemusnahannya berwujud suatu cahaya yang kemudian pribadi masuk ke badan Raden Panji sekar Taji sehingga mengakibatkan dirinya bertambah sakti.

            Alkisah, Retnaning Dyah Angin-Angin yaitu saudara perempuan Prabu Banjaran Seta yang kemudian menikah dengan Raden Panji Sekar Taji yang selanjutnya dinobatkan sebagai raja. Dari hasil perkawinannya, pada hari selasa kliwon lahirlah putri yang berjulukan Ratu Hayu. Pada ketika kelahiran putri ini, berdasarkan dongeng dihadiri oleh para bidadari dan semua makhluk halus. Putri tersebut diberi nama oleh eyangnya (Eyang sindhula), Ratu pegedong, dengan cita-cita nantinya akan menjadi perempuan tercantik di jagat raya. Setelah cukup umur ia benar-benar menjadi perempuan yang bagus tanpa cacat atau tepat dan wajahnya mirip dengan wajah ibunya bagaikan pinang dibelah dua. Pada suatu hari, Ratu Hayu atau Ratu Pagedongan menajdi perempuan yang bagus menangis memohon kepada eyangnya supaya kecantikan yang dimilikinya abadi. Dengan kesaktian eyang sindhula, akibatnya permohonan Ratu Pagedongan menjadi perempuan yang cantik, tidak pernah renta atau keriput dan tidak pernah mati hingga hari simpulan zaman dikabulkan, dengan syarat ia akan berubah sifatnya menjadi makhlus halus yang sakti mandra guna (tidak ada yang sanggup mengalahkannya).

Setelah menjelma makhluk halus, oleh sang ayah, putri pagedongan diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memerintah seluruh wilayah maritim selatan serta menguasai Seluruh makhluk halus di seluruh pulau jawa. Selama hidupnya Ratu Pagedongan tidak memiliki pendamping tetapi ia diramalkan bahwa suatu ketika ia akan bertemu dengan raja agung (hebat) yang memerintah di tanah jawa. Sejak ketika itu ia menjadi ratu dari rakyat makhluk halus dan berkuasa penuh di maritim selatan.
Kekuasaan ratu kidul di maritim selatan juga tertulis dalam serat Wedatama yang berbunyi :

Wikan Wengkoning Samodra
Kederan Wus den Ideri,
Kinemat Kamot hing driya
Rinegan segegem dadi
Dumadya angratoni,
Nenggih Kanjeng Ratu kidul,
Ndedel nggayuh Nggegana,
Umara marak maripih,
Sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda,
Diterjemahkan :
Tahu akan batas samudra
Semua telah dijelajahi
Dipesona nya masuk hati
Digenggam satu menjadi
Jadilah ia merajai
Syahdan sang ratu kidul
Terbang tinggi mengangkasa
Lalu tiba bersembah
Kalah perbawa terhadap
Junjungan Mataram
[Setubuh alamai-senyawa illahi]

Yang artinya : Mengetahui/mengerti betapa kekuasaan samudra, seluruhnya sudah dilalui/dihayati, dirasakan, dan meresap dalam sanubari, menyerupai digenggam menjadi satu genggaman, sehingga terkuasai. Tersebutlah kanjeng Ratu kidul, naik ke angkasa, tiba menghadap dengan hormat, kalah wibawa dengan raja mataram.

Ada Versi lain dari masyarakat sunda (jawa barat) yang menceritakan bahwa pada zaman kerajaan pajajaran, terdapat seorang putri raja yang buruk rupa dan mengidap penyakit kulit bersisik sehingga bentuk dan seluruh tubuhnya buruk tidak terawat. Oleh alasannya itu, ia diusir dari kerajaan oleh saudara-saudaranya alasannya merasa aib memiliki saudara yang berpenyakitan mirip dia. Dengan perasaan sedih dan kecewa, sang putri kemudian bunuh diri dengan mencebur ke maritim selatan.

Pada suatu hari rombongan kerajaan Pajajaran mengadakan selametan di Pelabuhan Ratu. Pada ketika mereka tengah khusuk berdo’a munculla si putri yang bagus dan mereka tidak mengerti mengapa ia berada di situ, kemudia si putri menjelaskan bahwa ia yaitu putri kerajaan pajajaran yang diusir oleh kerajaan dan bunuh diri di maritim selatan, tetapi kini telah menjadi ratu makhluk halus dan menguasai seluruh maritim selatan. Selanjutnya oleh masyarakat, ia dikenal sebagai ratu kidul.


Dari cerita-cerita mitos perihal kanjeng ratu kidul, jelaslah bahwa kanjeng Ratu kidul yaitu penguasa lautan yang bertahta di maritim selatan dengan kerajaan yang berjulukan Keraton Bale Sokodhomas.

Demikianlah. Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya. Semoga bermanfaat. 



Tag : Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa LampaunyaTradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya,Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya, Tradisi Dalam kehidupan masyarakat | Cara Masyarakat Masa Praaksara Mewariskan Masa Lampaunya

Mitos Pertemuan Kanjeng Ratu Kidul Dengan Panembahan Senopati

Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati - Sebelum Panembahan Senopati dinobatkan menjadi raja, dia melaksanakan tapabrata di Dlepih dan Tapa Ngeli. Dalam laris tapabratanya, dia selalu memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa semoga sanggup membimbing dan mengayomi  rakyatnya sehingga terwujud masyarakat yang adil dan makmur.

Baca Juga : 
dan

Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati  Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati
Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati


Dalam cerita, pada waktu panembahan Senopati melaksanakan tapa ngeli, Sampai di tempuran atau daerah bertemunya fatwa sungai opak dan sungai Gajah wong di bersahabat desa Plered dan sudah bersahabat dengan Parang Kusumo, tiba-tiba terjadilah topan yang dahsyat sehingga pohon-pohon di pesisir pantai tercabut beserta akarnya, ikan-ikan terlempar ke darat dan menjadikan air maritim menjadi panas seperti mendidih. Bencana alam ini menarik perhatian Kanjeng ratu Kidul yang kemudian muncul di permukaan maritim mencari penyebab terjadinya musibah tersebut.

Dalam pencariannya, Kanjeng Ratu kidul menemukan seorang hero sedang bertapa di tempuran sungai Opak dan sungai Gajah Wong, yang tidak lain yakni sang Panembahan Senopati. Pada waktu Kanjeng Ratu kidul melihat ketampanan senopati, ia jatuh cinta. Selanjutnya Kanjeng Ratu Kidul menanyakan apa yang menjadi keinginan Panembahan Senopati sehingga melaksanakan tapabrata yang sangat berat dan mengakibatkan benana alam di maritim selatan, kemudian Panembahan menjelaskan keinginannya.

Kanjeng Ratu kidul memperkenalkan diri sebagai ratu di Laut Selatan dengan Segala kekuasaan dan kesaktiannya. Kanjeng Ratu kidul menyanggupi untuk membantu Panembahan Senopati mencapai impian yang diinginkan dengan syarat, jikalau terkabul keinginanya maka Panembahan senopati beserta raja-raja keturunannya bersedia menjadi suami kanjeng ratu kidul. Panembahan senopati menyanggupi persyaratan Kanjeng ratu kidul, namun dengan ketentuan bahwa perkawinan antara panembahan senopati dan keturunannya tidak menghasilkan anak. Setelah terjadi kesepakatan itu, maka alam kembali hening dan ikan-ikan yang setengah mati hidup kembali.

Adanya perkawinan itu konon mengandung makna simbolis bersatunya air (laut) dengan bumi (daratan/tanah). Ratu kidul dilambangkan dengan air, sedangkan raja Mataram dilambangkan dengan bumi. Makna simbolisnya yakni dengan bersatunya air dan bumi, maka akan membawa kesuburan bagi kehidupan kerajaan mataram yang akan datang.

Menurut sejarah, dikisahkan bahwa Panembahan Senopati sebagai raja mataram yang beristrikan Kanjeng Ratu Kidul tersebut merupakan cikal bakal atau leluhur para raja Mataram, termasuk Keraton Surakarta Hadiningrat. Oleh alasannya yakni itu, raja-raja Keraton Surakarta sesuai dengan kesepakatan Panembahan Senopati menjadi Suami dari Kanjeng Ratu Kidul. Dalam perkembangannya, Raja Paku Buwana III Selaku Kanjeng Ratu Kidul telah mendirikan Panggung Sangga Buwana sebagai daerah pertemuannya. Selanjutnya tradisi ra-raja Surakarta sebagai suami Kanjeng Ratu Kidul berlangsung terus hingga dengan Raja Paku Buwana X. Alkisah pak Buwana X yang merupakan suami Ratu Kidul sedang bermain asmara di Panggung Sangga Buwana. Pada ketika mereka berdua menuruni tangga panggung yang curam tiba-tiba Paku Buwana X terpeleset dan hamir jatuh dari tangga tetapi berhasil diselamatkan oleh Kanjeng Ratu Kidul. Dalam kekagetannya itu Ratu Kidul berseru : Anakku ngger..... “ (Oh....... Anakku). Apa yang diucapkan oleh Kanjeng Ratu Kidul itu sebagai sabda Pandito Ratu artinya sabda raja harus ditaati. Sejak ketika itu kekerabatan kedudukan Mereka berdua berubah bukanlah lagi sebagai suami istri, tetapi hubungannya sebagai ibu dan anak, begitu pula terhadap raja-raja keturunan Paku Buwana X selanjutnya.

Dalam pandangan sejarah modern tentunya dongeng rakyat semacam itu tidak mengandung nilai sejarah. Akan tetapi, bagi masyarakat tradisional hal itu dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Cerita itu kemudian dijadikan sebagai simbol identitas bersama mereka dan sebagai alat legitimasi perihal keberadaan mereka.


Penyebaran dan pewarisan tradisi verbal mempunyai banyak Versi perihal satu dongeng yang sama. Hal ini memperlihatkan dalam penyebaran dan pewarisan tradisi verbal telah terjadi pembiasan dari kisah aslinya. Hal ini dikarenakan ingatan insan terbatas, kemampuan seseorang berbeda, dan adanya keinginan untuk memperlihatkan variasi-variasi gres pada cerita-cerita tersebut. Oleh alasannya yakni itu, kisah sejarah yang disalurkan lewat tradisi verbal akan terus mengalami perubahan. Perubahan bisa terjadi, akhir adanya imajinasi dan fantasi dari pencerita. Akibatnya, fakta sejara makin kabur alasannya yakni adanya pengurangan atau penambahan dari masing-masing narasumber.



Tag : Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati,Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati,Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati,Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati,Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati, Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati,Mitos pertemuan Kanjeng Ratu kidul dengan panembahan Senopati

Jejak Sejarah Dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara Dan Lagu Di Aneka Macam Daerah

Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah. Artikel ini merupakan kelanjutan dari Artikel sebelumnya yaitu : TRADISI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT | CARA MASYARAKAT MASA PRAAKSARA MEWARISKAN MASA LAMPAUNYA

1. Folklore

Artikel ini merupakan kelanjutan dari Artikel sebelumnya yaitu  Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah
Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah


Folklore sering diartikan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman Sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing telah menyebarkan folklornya sendiri-sendiri sehingga di indonesia terdapat aneka ragam folklore. Folklore ialah kebudayaan insan (kolektif) yang diwariskan secara turun temurun, baik dalam bentuk  verbal gerak isyarat.

a. Ciri-Ciri Folklore

1. Folklore menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
2. Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yakni dengan tutur kata atau gerak arahan atau alat pembantu pengikat lainnya.
3. Folklore bersifat anonim, artinya penciptanya tidak diketahui
4. Folklore hadir dalam versi-versi bahkan variasi-variasi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh cara penyebarannya secara verbal sehingga gampang mengalami perubahan.
5. Folklore bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau standar.

b. Bentuk-Bentuk Folklore
1. Folklore verbal ialah folklore yang bentuknya murni secara lisan, yang terdiri dari :
a. Puisi rakyat, contohnya pantun. Contoh : wajik klethik gula jawa (isih cilik sing prasaja)
b. Pertanyaan tradisional, ibarat teka-teki. Contoh : Binatang apa yang perut, kaki dan ekornya semua ada di kepala? Jawabnya: suku kepala
c. Bahasa rakyat, ibarat logat (jawa, Banyumasan, Sunda, bugis dan sebagainya), julukan (si pesek, si botak, si gendut) dan gelar kebangsawanan (raden masa, teuku dan sebagainya) dan sebagainya.
d. Ungkapan tradisional, ibarat peribahasa/pepatah. Contoh : Seperti telur di ujung tanduk (keadaan yang gawat), Koyo monyet keno tulup (seperti monyet kena sumpit) yakni untuk menggambarkan orang yang bingung.
e. Cerita prosa rakyat, contohnya mite, legenda dan dongeng.

2. Folklore secara lisan

Adalah folklore yang bentuknya merupakan adonan unsur verbal dan unsur bukan lisan, ibarat : kepercayaan rakyat/takhayul, permainan rakyat, tarian rakyat, susila istiadat, pesta rakyat dan sebagainya.
3. Folklore bukan verbal (non verbal folklore)
Adalah folklore yang bentuknya bukan verbal walaupun cara pembuatannya diajarkan secara verbal : Contoh : arsitektur rakyat (bentuk rumah Joglo, Limasan, Minangkabau, Toraja, dsb); Kerajinan tangan, pakaian dan pelengkap dan sebagainya; dimana masing-masing tempat berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

2. Mite

Artikel ini merupakan kelanjutan dari Artikel sebelumnya yaitu  Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah
Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah


Mite ialah dongeng prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite selalu ditokohi oleh yang kuasa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain. Mite umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, insan pertama, tanda-tanda alam, kisah percintaa, kekerabatan kekerabatan dan sebagainya.

3. Legenda

Artikel ini merupakan kelanjutan dari Artikel sebelumnya yaitu  Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah
Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah


Legenda ialah dongeng prosa rakyat yang ibarat dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia, ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali dihubungkan dengan makhluk ajaib. Peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian), dan sering dipandang sebaga sejarah kolektif.

Legenda sanggup dibagi menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut :
1. Legenda keagamaan, contohnya Legenda Wali Songo
2. Legenda tentan alam gaib, contohnya Legenda tentan makhluk halus contohnya peri, sundel bolong, gendruwo, hantu dan sebagainya.
3. Legenda Perorangan, contohnya dongeng panji, jayaprana, Calon Arang dan sebagainya.
4. Legenda setempat, yang bersahabat kekerabatan dengan suatu tempat, ibarat legenda Sangkuriang (tentang gunung Tangkuban perahu), legenda asal mula nama rawa pening Jawa tengah, Rara Jongrang dan sebagainya.

4. Lagu

Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah


Lagu ialah ragam irama bunyi yang berirama atau nyanyia. Setiap tempat mempunyai lagu tempat sendiri-sendiri, contohnya soleram (Riau), sue Ora Jamu, Rujak Ule, Bengawan Solo (Jawa), Potong angsa (Nusa tenggara timur), dan O Ina Ni Keke (Sulawesi utara). Untaian syair yang dilagukan yang ada di banyak sekali daerah, demikian juga mempunyai sejarah tersendiri, siapa pengarangnya tau penciptanya pada saatnya dilagukan, apa tujuannya : kesemuanya jug mempunyai nilai sejarah.

5. Upacara Adat

Artikel ini merupakan kelanjutan dari Artikel sebelumnya yaitu  Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah
Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah


Upacara susila ialah suatu upacara yang dilakukan secara turun temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap tempat mempunyai upacara susila sendiri-sendiri, ibarat upacara perkawinan, upacara pelabuhan, upacara camas pusaka dan sebagainya. Upacara susila yang dilakukan di daerah, bahwasanya juga tidak lepas dari unsur sejarah. Mengapa mucul upacara, ke mana arah upacara, bagaimana prosesinya dan perlengkapannya apa saja? Masih adakah upacara susila di tempat sekitar anda?


Berdasarkan uraian di atas, sanggup disimpulkan bahwa folklore, mitologi, legenda, upacara, dan lagu dari banyak sekali tempat di indonesia mempunyai nilai sejarah. Semuanya itu memperlihatkan proteksi bagi penulisan sejarah daerah. Satu hal yang perlu dicermati jika hal itu dijadikan sumber dalam penulisan sejarah, maka perlu adanya kritik sumber sehingga nilai keilmiahan sejarah sanggup dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini diharapkan kecermatan dan ketajaman dalam menghasilkan interprestasi.


Tag : Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah,Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah, Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah, Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah, Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah, Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah, Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah, Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah, Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah, Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah, Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah, Jejak sejarah dalam Folklore, Mitologi, Legenda, Upacara dan Lagu di banyak sekali daerah