Showing posts with label konsultasi kesehatan. Show all posts
Showing posts with label konsultasi kesehatan. Show all posts

Sejarah Simbol Dan Perayaan Hallowen


Halloween atau Hallowe’en yaitu tradisi perayaan malam tanggal 31 Oktober, dan terutama dirayakan di Amerika Serikat. Tradisi ini berasal dari Irlandia, dan dibawa oleh orang Irlandia yang beremigrasi ke Amerika Utara. Halloween dirayakan belum dewasa dengan menggunakan kostum seram, dan berkeliling dari pintu ke pintu rumah tetangga meminta permen atau cokelat sambil berkata "Trick or treat!" Ucapan tersebut yaitu semacam "ancaman" yang berarti "Beri kami (permen) atau kami jahili." Di zaman sekarang, belum dewasa biasanya tidak lagi menjahili rumah orang yang tidak memberi apa-apa. Sebagian belum dewasa masih menjahili rumah orang yang pelit dengan cara menghiasi pohon di depan rumah mereka dengan tisu toilet atau menulisi jendela dengan sabun.
Halloween identik dengan setan, penyihir, hantu goblin dan makhluk-makhluk menyeramkan dari kebudayaan Barat. Halloween disambut dengan menghias rumah dan sentra perbelanjaan dengan simbol-simbol Halloween.

Sejarah

Halloween berasal dari ekspo Samhain (dari bahasa Irlandia Kuno samain) yang dirayakan orang Kelt zaman kuno. Festival Samhain merupakan perayaan selesai demam isu panen dalam kebudayaan orang Gael, dan kadang kala disebut "Tahun Baru Kelt". Orang Kelt yang menganut paganisme secara turun temurun menggunakan kesempatan ekspo untuk menyembelih hewan ternak dan menimbun masakan untuk persiapan musim dingin. Bangsa Gael kuno percaya bahwa tanggal 31 Oktober, pembatas dunia orang mati dan dunia orang hidup menjadi terbuka. Orang mati membahayakan orang hidup dengan membawa penyakit dan merusak hasil panen. Sewaktu merayakan festival, orang Gael menyalakan api unggun untuk memperabukan tulang-tulang dari binatang yang mereka sembelih. Orang Gael mengenakan kostum dan topeng untuk berpura-pura sebagai arwah jahat atau berusaha berdamai dengan mereka.

Asal ajakan istilah

Halloween merupakan abreviasi dari All Hallows' Even (eve dan even sama-sama berarti petang/malam) yang berarti malam sebelum hari raya All Hallow yang kini disebut Hari Raya Semua Orang Kudus (All Saints Holy Day). Huruf "n" di selesai kata Halloween berasal dari kata even.[6]. Pada zaman dulu, tanggal 1 November digunakan sebagai hari ekspo keagaamaan di banyak sekali tradisi paganisme Eropa hingga Paus Gregorius III dan Paus Gregorius IV memindahkan perayaan All Saints' Day berdasarkan kalender santo dari tanggal 13 Mei ke tanggal 1 November. Tanggal 13 Mei dulunya dirayakan sebagai hari raya paganisme untuk ekspo Lemuria.
Hari Raya Semua Orang Kudus ditentukan misionaris Nasrani bertepatan dengan hari raya pagan dengan alasan ingin orang pagan mempercayai agama Kristen. Hari Para Arwah (Day of the Dead) yang merayakan kedatangan arwah sanak keluarga dan kerabat kembali ke bumi hingga kini masih diperingati di beberapa negara ibarat di Brazil, Meksiko, China dan Filipina.

Simbol Halloween


Simbol Halloween yang dimengerti secara universal yaitu labu yang diukir membentuk wajah "menyeramkan" yang disebut Jack-o'-lantern. Di dalam Jack-o'-lantern biasanya diletakkan lilin menyala atau lampu supaya terlihat lebih angker di kawasan gelap.
Di Amerika Serikat, lentera Jack-o'-lantern sering diletakkan di depan pintu masuk rumah sehabis hari mulai gelap. Tradisi mengukir Jack-o'-lantern berasal dari Amerika Utara yang banyak menghasilkan labu berukuran besar.
Simbol-simbol perayaan Halloween menggambarkan keadaan alam di musim gugur, termasuk labu hasil panen dan orang-orangan sawah sebagai penjaga hasil panen. Selain itu, simbol-simbol Halloween juga bersahabat dengan kematian, keajaiban, monster, dan huruf menyeramkan hasil rekaan pembuat film Amerika dan perancang grafis. Karakter-karakter yang sering dikaitkan dengan Halloween yaitu setan dan iblis dari kebudayaan Barat, insan labu, makhluk angkasa luar, penyihir, kelelawar, burung hantu, burung gagak, burung bangkai, rumah hantu, kucing hitam, laba-laba, goblin, zombie, mumi, tengkorak, dan insan serigala. Karakter film horor klasik ibarat drakula atau monster Frankenstein juga digunakan untuk perayaan Halloween. Hitam dan oranye dianggap sebagai warna tradisional Halloween, walaupun kini banyak juga barang-barang Halloween berwarna ungu, hijau dan merah.
Di belahan bumi beriklim sejuk, perayaan Halloween berlangsung di demam isu apel. Salah satu masakan Halloween yaitu apel karamel (apel yang dicelup ke dalam cairan gula). Hidangan lain yang lekat dengan tradisi Halloween yaitu pai labu, sari buah apel (minuman cider), candy corn, bonfire toffee, candy apple, dan permen yang dibungkus dengan warna-warni Halloween (oranye, coklat, atau hitam).

Perayaan di Amerika Serikat

 

Bagi belum dewasa di Amerika, Halloween berarti kesempatan menggunakan kostum Halloween dan mendapat permen, sedangkan bagi orang remaja yaitu kesempatan berpesta kostum. Bagi pedagang eceran di Amerika, Halloween berada di urutan kedua di bawah hari Natal sebagai perayaan yang paling menguntungkan..
Sejarah topeng dan kostum Halloween sebelum tahun 1900 di Amerika atau di kawasan lain masih sedikit yang diketahui sebab keterbatasan sumber primer. Kostum Halloween yang diproduksi massal belum terlihat di toko-toko hingga tahun 1950-an, walaupun topeng Halloween sudah ada lebih dulu.
Pada tahun 2005, asosiasi produsen permen Amerika melaporkan 80% orang remaja berencana membagi-bagikan permen kepada belum dewasa yang datang,, sedangkan 93% belum dewasa ingin berkeliling dari pintu ke pintu rumah tetangga di malam Halloween.
Kota Anoka di negara kepingan Minnesota mengklaim diri sebagai "ibu kota Halloween" dan merayakannya dengan pawai besar-besaran. Kota Salem di Massachusetts yang populer dengan legenda tukang sihir dari Salem biasanya didatangi lebih banyak wisatawan menjelang perayaan Halloween.
Kota New York mengadakan pawai perayaan Halloween terbesar di Amerika Serikat yang disebut The Village Halloween Parade. Pawai yang dirintis pembuat topeng di Greenwich Village New York kini menarik perhatian 50 ribu penerima berkostum dan ditonton oleh 4 juta pemirsa televisi.

Sejarah Abjad Times New Roman

Sejarah jenis aksara Times New Roman dipakai sebagai standar aksara dalam dunia pengetikan. Keberadaannya dikenal luas oleh orang dari aneka macam kalangan profesi. Namun, seberapa banyak di antara kita yang mengetahui sejarah penciptaan aksara jenis Times New Roman ini?

Huruf ini dirancang oleh seorang berkebangsaan Inggris berjulukan Stanley Morrison. Ia lahir pada tanggal 6 Mei 1889 di Wanstead, Inggris. Stanley tumbuh sebagai figur yang tidak mempunyai pengetahuan perihal percetakan, namun di lalu hari ia menempati banyak posisi penting di dunia tersebut. Pengetahuannya yang banyak dalam hal tipografi didapatkan semenjak menjadi anggota percetakan The Pelican Press.

Kecintaannya pada Tuhan membuatnya banyak membaca buku-buku religius, bahkan karya tipografinya yang pertama juga ditujukan untuk gereja. Setelah keluar dari The Pelican Press, ia bekerja untuk Cloister Press di Manchester. Banyak desain-desain terbaiknya dihasilkan dikala ia bekerja di perusahaan ini. Lagi-lagi, karyanya banyak mencerminkan latar belakang gereja katolik, hal ini terlihat pada ilustrasi dan aneka macam macam dekorasi yang ia gunakan. Karena ia sangat membenci perang, gerakan antiperangnya membuat ia sempat dipenjara selama empat tahun (1914-1918).


Berawal dari Surat Kabar "Times"

Selama kurang lebih 30 tahun (1929-1960) Stanley Morrison menjadi konsultan aksara untuk koran The Times di London, Inggris. Sebagai konsultan huruf, pada tahun 1931 ia menyampaikan pada Times, ”The Times merupakan koran yang telah mempunyai pelanggannya sendiri, kita memerlukan sebuah aksara yang tidak sama dengan barang dagangan pada umumnya, aksara itu harus baik pada dasarnya, namun juga mencerminkan kekuatan dari garis, konsistensi, dan hemat bagi The Times”.

Karena kata-katanya itulah, 3 Oktober 1932 menjadi hari pemasaran jenis aksara “Times” ke khalayak ramai, sebab pada hari itu untuk pertama kalinya koran The Times dicetak dengan memakai jenis aksara yang dinamai ibarat koran itu sendiri. Stanley Morisson bukan satu-satunya orang yang berada di balik layar kesuksesan aksara tersebut. Ia juga dibantu temannya berjulukan Victor Lardent sebagai orang yang menggambar rancangan aksara ini.

Huruf berjulukan Times ini dengan cepat menjadi sangat terkenal pada masa itu, banyak dipakai di koran, majalah, maupun buku laporan tahunan perusahaan. Huruf ini didaftarkan lisensinya ke The Monotype Corporation di Inggris, namun juga didaftarkan ke perusahaan lisensi Linotype di Amerika, sebab koran The Times banyak mendaftarkan lisensi dari produk-produknya ke Linotype. Akhirnya, pada tahun 1945, The American Linotype Company mendaftarkan nama dagang ”Times Roman” secara terpisah, bukan sebagai belahan dari The Times ataupun Monotype. Di sinilah terjadi perbedaan nama untuk penggunaan aksara ini dalam komputer. Linotype dan perusahaan-perusahaan di bawah lisensinya ibarat Adobe dan Apple Macintosh memakai nama ”Times Roman”, sedangkan Monotype dengan perusahaan-perusahaan di bawah lisensinya ibarat Microsoft memakai nama “Times New Roman”.

Pada kala ’80-an, Monotype mendesain ulang Times New Roman dan mengklaim bahwa aksara yang di desain ulang ini lebih baik daripada Times Roman yang dimiliki Linotype. Karena tidak mau kalah, pada periode waktu yang berdekatan, Adobe-Linotype juga meluncurkan seri gres dari aksara Times, yang tentu saja mereka mengklaim aksara yang gres juga lebih baik dibanding aksara milik Monotype. Pada kenyataannya, sebagian atau mungkin seluruh pengguna aksara ini tak akan menyadari atau bahkan tak akan mempermasalah kan perbedaan di antara keduanya walaupun huruf-huruf tersebut dicetak sangat terperinci dengan ukuran 10 pt dalam resolusi tinggi 300 dpi.

Lepas dari aneka macam kontradiksi di atas, terbukti bahwa Stanley Morrison telah berhasil membuat aksara yang baik dengan ciri khasnya tersendiri sehingga jenis aksara ini terus dikenang dan dipakai oleh banyak kalangan sampai dikala ini. Ia meninggal pada 11 Oktober 1967 di London, Inggris.

Semoga menambah wawasan anda


courtesy : ilmu pengetahuan (fb)

Bukti Kebenaran Hadis Nabi : Jangan Memukul Dalam Mendidik Anak


Diceritakan oleh Muawiyah bin Salih, ada lelaki tiba menemui Rasulullah Nabi Muhammad SAW kemudian berkata: "Wahai Rasulullah, jago keluargaku tidak taat kepadaku. Apakah yang patut saya gunakan untuk menghukum mereka?". Lalu Rasulullah berkata : "Maafkanlah saja". Kemudian Rasulullah SAW menyebut hal yang sama pada kali kedua bahkan juga pada kali ketiganya. Seterusnya Rasulullah menyampaikan : "Jika kau perlu menghukum, hukumlah mengikuti kadar kesalahan yang dilakukannya dan jauhilah dari memukul pada bab muka" (Hadis riwayat at-Tabrani)


Ingat, di dalam agama Islam, baik perintah & larangan dari Allah SWT di dalam Al-Quran & Rasul Nabi Muhammad SAW di dalam sunnahnya niscaya ada makna, manfaat & hikmah yang tersurat & tersirat di dalamnya. Ketika kita mendidik anak, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk bersabar. Kalau pun kita menghukum anak kita dengan tujuan mendidiknya & mendisiplinkannya maka jauhilah memukulnya. Ternyata, memukul anak sanggup membuat kepribadian yang jelek bagi sang anak, hal itu sanggup dibuktikan secara ilmiah oleh ilmu pengetahuan sebagaimana yang diberitakan oleh 'Daily Mail'.

'Daily Mail', koran harian di Inggris, pada tanggal 21 October 2013, mempublikasikan isu perihal memukul anak memicu sang anak bergairah dan berperilaku buruk. Berita ini sanggup dilihat di http://www.dailymail.co.uk/health/article-2470170/Smacking-children-occasionally-make-aggressive-trigger-bad-behaviour.html


Inilah isu di 'Daily Mail' tersebut :

Sepertinya sudah menjadi pikiran logis bagi orang bau tanah bahwa dengan memukul (tidak keras) anak yang bandel membantu anak2 tersebut tidak keluar jalur (berkepribadian sesuai norma dan aturan yang berlaku) - tetapi penelitian terbaru mengambarkan bahwa hal itu justru memperburuk kepribadian sang anak.

Para peneliti menemukan bahwa anak2 yang dipukul orang tuanya pada umur 5 tahun, anak2 tersebut akan menjadi bergairah dan tidak mematuhi aturan ketika mereka memasuki sekolah dasar.

Penelitian ini diketuai oleh Michael MacKenzie dari 'Columbia University' di kota New York, Amerika Serikat. Penelitian panjang ini melibatkan 1.900 anak di sebuah kota di Amerika Serikat antara tahun 1998 sampai tahun 2000.

Para peneliti ini mensurvey kelakuan orang bau tanah bagaimana dan seberapa sering para orang bau tanah ini memukul anak2 mereka ketika anak2 mereka berumur 3 dan 5 tahun.

Kemudian para peneliti ini menanyakan pada ibu2 anak2 tesebut perihal dilema sikap anak2 mereka ketika anak2 mereka ketika ini berumur 9 tahun. Para peneliti ini juga memperlihatkan tes perbendaharaan kata ('vocabulary') kepada anak2 objek penelitian ini.

Dengan jumlah 57 % dari para ibu dan 40 % dari para ayah, menyampaikan bahwa para orang bau tanah ini memukul anak2 mereka ketika berusia 3 tahun.

Survey juga mengambarkan bahwa 52 % dari para ibu dan 33 persen dari ayah mengaku memukul anak2 mereka ketika berusia 5 tahun.

Anak2 yang dipukul orang tuanya pada umur 5 tahun akan lebih bandel dan lebih bergairah dibandingkan anak2 yang dipukul pada usia 3 tahun, hal ini berlaku pada 2 keadaan yaitu sering dipukul atau kadang2 dipukul.

Ketika dipukul ibu sedikitnya 2 kali dalam seminggu akan meningkatkan 2 poin peningkatan dengan skala maksimal 70 poin untuk mengukur dilema sikap anak.

Tidak ada kekerabatan antara dipukul orang bau tanah pada umur 3 tahun dengan sikap anak2 ini pada masa kehidupannya kemudian.

Anak2 berkecenderungan menghasilkan nilai yang lebih rendah pada tes perbendaharaan kata ('vocabulary') ketika anak2 ini sering dipukul ayah mereka ketika anak2 ini berusia 5 tahun. Profesor Michael MacKenzie (profesor wanita dengan nama panggilan Gershoff). MacKenzie beserta tim penelitinya mempublikasikan temuannya di jurnal 'Pediatrics'.

Rata2 nilai tes perbendaharaan kata ('vocabulary') dari seluruh anak2 objek penelitian yang semuanya berumur 9 tahun yaitu 93, sedikit dibawah nilai standar pada umumnya yaitu 100. Ayah2 yang sering memukul anak2nya akan menghasilkan nilai tes 4 poin lebih rendah bagi anak2nya.

Gershoff menyampaikan "Saya tidak berpikir bahwa pukulan itu membuat anak lebih bodoh".

Gershoff menyampaikan adanya kemungkinan bahwa orang bau tanah yang memukul anaknya tidak menjalin komunikasi secara sering dengan anak2nya.

"Kita tahu bahwa memukul atau berteriak (memaki2) anak bukan cara yang baik untuk mendisiplinkan anak" Gershoff menambahkan

Gershoff menyampaikan kepada 'Reuters Health' : "Dengan memukul anak, seolah2 orang bau tanah ingin menyampaikan kepada anaknya bahwa jalan memecahkan dilema yaitu kau sanggup memukul orang lain dan sanggup apa yang kau inginkan"

"Ketika (anak2) inginkan mainan anak2 lain, orang bau tanah tersebut tidak mengajarkan anaknya bagaimana memakai kata2 mereka atau bagaimana bernegosiasi" Gershoff menambahkan

Profesor MacKenzie menyampaikan bahwa memukul tampaknya cara yang efektif para orang bau tanah dalam jangka pendek dan tampaknya sulit untuk mengubah jalan pikiran orang bau tanah semoga tidak memukul anaknya.


Kesimpulan :
Sunah Nabi Muhammad SAW yang mengharuskan kita bersabar mendidik anak ternyata ada manfaatnya. Ketika Rasulullah menyampaikan di dalam hadis di atas "Maafkanlah saja" berarti kita sebagai orang bau tanah harus bersabar dalam menghadapi kelakuan anak kita yang nakal.

Kalaupun anak kita nakal, Nabi Muhammad SAW berpesan semoga kita dihentikan memukulnya. Memukul anak bagi orang bau tanah memang ditujukan mendidik dan mendisiplinkan sang anak tetapi ternyata berdasarkan penelitian yang di publikasikan 'Daily Mail' di atas ternyata akan menghasilkan anak yang agresif, berkepribadian jelek dan tidak mematuhi peraturan. Dengan memukul anak, hal ini akan membentuk jiwa yang "keras" di dalam diri sang anak, semuanya dilakukan dengan kekerasan. Anak menjadi lebih bandel daripada sebelumnya. Hal ini akan membentuk kpribadiannya sampai sang anak dewasa.

Pada ketika sang anak dewasa, sang anak yang dididik dengan cara kekerasan menyerupai ini akan semakin sulit diberikan nasihat. Kalau anak kita nakal, didiklah dengan lemah lembut, dengan nasehat yang baik, dan suri tauladan yang baik. Bukankah buah tidak jauh dari pohonnya? Bukankah anak kecil selalu mengikuti kelakuan orang tuanya? Kalau kita berkelakuan baik, sabar, lemah lembut dan menjadi referensi yang baik bagi anak kita maka Insya Allah, anak kita akan berkepribadian baik nantinya.


Inilah isu aslinya di 'Daily Mail' itu

http://www.dailymail.co.uk/health/article-2470170/Smacking-children-occasionally-make-aggressive-trigger-bad-behaviour.html

Smacking children even occasionally can make them more aggressive and trigger bad behaviour

.Children who were smacked as five-year-olds were slightly more likely to be aggressive and break rules later in primary school
.Experts say smacking doesn't teach children how to negotiate


It's long been thought that smacking a naughty child will help keep them in line - but a new study suggests it might do more harm than good.

Researchers found children who were smacked as five-year-olds were slightly more likely to be aggressive and break rules later in primary school.

Despite mounting evidence on the harms tied to it, it is 'still a very typical experience' for children, the study's lead author said.

'Most kids experience spanking at least some point in time,' Michael MacKenzie, from Columbia University in New York, said. 'So there's this disconnect.'

His team used data from a long-term study of children born in one of 20 U.S. cities between 1998 and 2000. The new report includes about 1,900 children.

Researchers surveyed parents when children were three and five years old about whether and how often they smacked their child.

Then they asked mothers about their child's behaviour problems and gave the children a vocabulary test at age nine.

A total of 57 per cent of mothers and 40 per cent of fathers said they smacked children when they were three years old.

That fell slightly to 52 per cent of mothers and 33 per cent of fathers who smacked at the age of five.

Children were more misbehaved and were more aggressive when they had been smacked by their mothers as five-year-olds, whether regularly or occasionally.

Spanking by mothers at least twice a week was tied to a two-point increase on a 70-point scale of problem behaviour.

That was after the researchers took into account children's behaviour at younger ages and other family characteristics.

There was no link between smacking by parents at age three and children's later behaviour, however.

Chidlren also tended to score lower on vocabulary tests when they had been regularly spanked by their fathers at age five, MacKenzie and his colleagues write in Pediatrics.

The average vocabulary score for all nine-year-olds in the study was 93, slightly below the test-wide standard score of 100. Frequent spanking by fathers was linked to a four-point lower score. But the researchers couldn't be sure that small difference wasn't due to chance.

Gershoff said the finding is a bit hard to interpret. 'I don't think that spanking makes kids stupider,' she said.

It's possible that parents who are spanking are not talking to their children as often, Gershoff said. Or kids who are spanked and act out could be more distracted in the classroom.

When it comes to disciplining children, she said there's more evidence on what doesn't work long-term than what does.

'We know that spanking doesn't work, we know that yelling doesn't work,' Gershoff said. 'Time out is kind of a mixed bag. We know that reasoning does work.'

She told Reuters Health. 'Spanking models aggression as a way of solving problems, that you can hit people and get what you want.

'When (children) want another kid's toy, the parents haven't taught them how to use their words or how to negotiate.'

Professor MacKenzie said spanking continues to seem effective to parents in the short term, which makes it hard to change their minds about it.

Bukti Kebenaran Hadis Nabi : Jangan Memukul Dalam Mendidik Anak


Diceritakan oleh Muawiyah bin Salih, ada lelaki tiba menemui Rasulullah Nabi Muhammad SAW kemudian berkata: "Wahai Rasulullah, jago keluargaku tidak taat kepadaku. Apakah yang patut saya gunakan untuk menghukum mereka?". Lalu Rasulullah berkata : "Maafkanlah saja". Kemudian Rasulullah SAW menyebut hal yang sama pada kali kedua bahkan juga pada kali ketiganya. Seterusnya Rasulullah menyampaikan : "Jika kau perlu menghukum, hukumlah mengikuti kadar kesalahan yang dilakukannya dan jauhilah dari memukul pada bab muka" (Hadis riwayat at-Tabrani)


Ingat, di dalam agama Islam, baik perintah & larangan dari Allah SWT di dalam Al-Quran & Rasul Nabi Muhammad SAW di dalam sunnahnya niscaya ada makna, manfaat & hikmah yang tersurat & tersirat di dalamnya. Ketika kita mendidik anak, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk bersabar. Kalau pun kita menghukum anak kita dengan tujuan mendidiknya & mendisiplinkannya maka jauhilah memukulnya. Ternyata, memukul anak sanggup membuat kepribadian yang jelek bagi sang anak, hal itu sanggup dibuktikan secara ilmiah oleh ilmu pengetahuan sebagaimana yang diberitakan oleh 'Daily Mail'.

'Daily Mail', koran harian di Inggris, pada tanggal 21 October 2013, mempublikasikan isu perihal memukul anak memicu sang anak bergairah dan berperilaku buruk. Berita ini sanggup dilihat di http://www.dailymail.co.uk/health/article-2470170/Smacking-children-occasionally-make-aggressive-trigger-bad-behaviour.html


Inilah isu di 'Daily Mail' tersebut :

Sepertinya sudah menjadi pikiran logis bagi orang bau tanah bahwa dengan memukul (tidak keras) anak yang bandel membantu anak2 tersebut tidak keluar jalur (berkepribadian sesuai norma dan aturan yang berlaku) - tetapi penelitian terbaru mengambarkan bahwa hal itu justru memperburuk kepribadian sang anak.

Para peneliti menemukan bahwa anak2 yang dipukul orang tuanya pada umur 5 tahun, anak2 tersebut akan menjadi bergairah dan tidak mematuhi aturan ketika mereka memasuki sekolah dasar.

Penelitian ini diketuai oleh Michael MacKenzie dari 'Columbia University' di kota New York, Amerika Serikat. Penelitian panjang ini melibatkan 1.900 anak di sebuah kota di Amerika Serikat antara tahun 1998 sampai tahun 2000.

Para peneliti ini mensurvey kelakuan orang bau tanah bagaimana dan seberapa sering para orang bau tanah ini memukul anak2 mereka ketika anak2 mereka berumur 3 dan 5 tahun.

Kemudian para peneliti ini menanyakan pada ibu2 anak2 tesebut perihal dilema sikap anak2 mereka ketika anak2 mereka ketika ini berumur 9 tahun. Para peneliti ini juga memperlihatkan tes perbendaharaan kata ('vocabulary') kepada anak2 objek penelitian ini.

Dengan jumlah 57 % dari para ibu dan 40 % dari para ayah, menyampaikan bahwa para orang bau tanah ini memukul anak2 mereka ketika berusia 3 tahun.

Survey juga mengambarkan bahwa 52 % dari para ibu dan 33 persen dari ayah mengaku memukul anak2 mereka ketika berusia 5 tahun.

Anak2 yang dipukul orang tuanya pada umur 5 tahun akan lebih bandel dan lebih bergairah dibandingkan anak2 yang dipukul pada usia 3 tahun, hal ini berlaku pada 2 keadaan yaitu sering dipukul atau kadang2 dipukul.

Ketika dipukul ibu sedikitnya 2 kali dalam seminggu akan meningkatkan 2 poin peningkatan dengan skala maksimal 70 poin untuk mengukur dilema sikap anak.

Tidak ada kekerabatan antara dipukul orang bau tanah pada umur 3 tahun dengan sikap anak2 ini pada masa kehidupannya kemudian.

Anak2 berkecenderungan menghasilkan nilai yang lebih rendah pada tes perbendaharaan kata ('vocabulary') ketika anak2 ini sering dipukul ayah mereka ketika anak2 ini berusia 5 tahun. Profesor Michael MacKenzie (profesor wanita dengan nama panggilan Gershoff). MacKenzie beserta tim penelitinya mempublikasikan temuannya di jurnal 'Pediatrics'.

Rata2 nilai tes perbendaharaan kata ('vocabulary') dari seluruh anak2 objek penelitian yang semuanya berumur 9 tahun yaitu 93, sedikit dibawah nilai standar pada umumnya yaitu 100. Ayah2 yang sering memukul anak2nya akan menghasilkan nilai tes 4 poin lebih rendah bagi anak2nya.

Gershoff menyampaikan "Saya tidak berpikir bahwa pukulan itu membuat anak lebih bodoh".

Gershoff menyampaikan adanya kemungkinan bahwa orang bau tanah yang memukul anaknya tidak menjalin komunikasi secara sering dengan anak2nya.

"Kita tahu bahwa memukul atau berteriak (memaki2) anak bukan cara yang baik untuk mendisiplinkan anak" Gershoff menambahkan

Gershoff menyampaikan kepada 'Reuters Health' : "Dengan memukul anak, seolah2 orang bau tanah ingin menyampaikan kepada anaknya bahwa jalan memecahkan dilema yaitu kau sanggup memukul orang lain dan sanggup apa yang kau inginkan"

"Ketika (anak2) inginkan mainan anak2 lain, orang bau tanah tersebut tidak mengajarkan anaknya bagaimana memakai kata2 mereka atau bagaimana bernegosiasi" Gershoff menambahkan

Profesor MacKenzie menyampaikan bahwa memukul tampaknya cara yang efektif para orang bau tanah dalam jangka pendek dan tampaknya sulit untuk mengubah jalan pikiran orang bau tanah semoga tidak memukul anaknya.


Kesimpulan :
Sunah Nabi Muhammad SAW yang mengharuskan kita bersabar mendidik anak ternyata ada manfaatnya. Ketika Rasulullah menyampaikan di dalam hadis di atas "Maafkanlah saja" berarti kita sebagai orang bau tanah harus bersabar dalam menghadapi kelakuan anak kita yang nakal.

Kalaupun anak kita nakal, Nabi Muhammad SAW berpesan semoga kita dihentikan memukulnya. Memukul anak bagi orang bau tanah memang ditujukan mendidik dan mendisiplinkan sang anak tetapi ternyata berdasarkan penelitian yang di publikasikan 'Daily Mail' di atas ternyata akan menghasilkan anak yang agresif, berkepribadian jelek dan tidak mematuhi peraturan. Dengan memukul anak, hal ini akan membentuk jiwa yang "keras" di dalam diri sang anak, semuanya dilakukan dengan kekerasan. Anak menjadi lebih bandel daripada sebelumnya. Hal ini akan membentuk kpribadiannya sampai sang anak dewasa.

Pada ketika sang anak dewasa, sang anak yang dididik dengan cara kekerasan menyerupai ini akan semakin sulit diberikan nasihat. Kalau anak kita nakal, didiklah dengan lemah lembut, dengan nasehat yang baik, dan suri tauladan yang baik. Bukankah buah tidak jauh dari pohonnya? Bukankah anak kecil selalu mengikuti kelakuan orang tuanya? Kalau kita berkelakuan baik, sabar, lemah lembut dan menjadi referensi yang baik bagi anak kita maka Insya Allah, anak kita akan berkepribadian baik nantinya.


Inilah isu aslinya di 'Daily Mail' itu

http://www.dailymail.co.uk/health/article-2470170/Smacking-children-occasionally-make-aggressive-trigger-bad-behaviour.html

Smacking children even occasionally can make them more aggressive and trigger bad behaviour

.Children who were smacked as five-year-olds were slightly more likely to be aggressive and break rules later in primary school
.Experts say smacking doesn't teach children how to negotiate


It's long been thought that smacking a naughty child will help keep them in line - but a new study suggests it might do more harm than good.

Researchers found children who were smacked as five-year-olds were slightly more likely to be aggressive and break rules later in primary school.

Despite mounting evidence on the harms tied to it, it is 'still a very typical experience' for children, the study's lead author said.

'Most kids experience spanking at least some point in time,' Michael MacKenzie, from Columbia University in New York, said. 'So there's this disconnect.'

His team used data from a long-term study of children born in one of 20 U.S. cities between 1998 and 2000. The new report includes about 1,900 children.

Researchers surveyed parents when children were three and five years old about whether and how often they smacked their child.

Then they asked mothers about their child's behaviour problems and gave the children a vocabulary test at age nine.

A total of 57 per cent of mothers and 40 per cent of fathers said they smacked children when they were three years old.

That fell slightly to 52 per cent of mothers and 33 per cent of fathers who smacked at the age of five.

Children were more misbehaved and were more aggressive when they had been smacked by their mothers as five-year-olds, whether regularly or occasionally.

Spanking by mothers at least twice a week was tied to a two-point increase on a 70-point scale of problem behaviour.

That was after the researchers took into account children's behaviour at younger ages and other family characteristics.

There was no link between smacking by parents at age three and children's later behaviour, however.

Chidlren also tended to score lower on vocabulary tests when they had been regularly spanked by their fathers at age five, MacKenzie and his colleagues write in Pediatrics.

The average vocabulary score for all nine-year-olds in the study was 93, slightly below the test-wide standard score of 100. Frequent spanking by fathers was linked to a four-point lower score. But the researchers couldn't be sure that small difference wasn't due to chance.

Gershoff said the finding is a bit hard to interpret. 'I don't think that spanking makes kids stupider,' she said.

It's possible that parents who are spanking are not talking to their children as often, Gershoff said. Or kids who are spanked and act out could be more distracted in the classroom.

When it comes to disciplining children, she said there's more evidence on what doesn't work long-term than what does.

'We know that spanking doesn't work, we know that yelling doesn't work,' Gershoff said. 'Time out is kind of a mixed bag. We know that reasoning does work.'

She told Reuters Health. 'Spanking models aggression as a way of solving problems, that you can hit people and get what you want.

'When (children) want another kid's toy, the parents haven't taught them how to use their words or how to negotiate.'

Professor MacKenzie said spanking continues to seem effective to parents in the short term, which makes it hard to change their minds about it.