Mumi Di Papua


Jakarta
- Tak harus ke Mesir untuk melihat mumi. Di Lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya, Papua, terdapat beberapa mumi yang diawetkan secara tradisional. Selain mumi Kerulu yang terkenal, ada pula mumi di Desa Aikima.

Mobil yang aku tumpangi membelah lembah menuju Desa Aikima, Distrik Kerulu. Sepanjang jalan, tebing-tebing tinggi menjadi suguhan utama. Puncak-puncak Jayawijaya mengintip dari kejauhan. Mata aku pun menyisir rerumputan di kiri-kanan jalan, mencari sosok Bunga Kerulu yang terkenal. Bunga ini dijuluki Edelweiss versi Papua, yang tahan berbulan-bulan tanpa air. Kelopaknya mungil dan panjang, seolah-olah bunga plastik warna-warni!

Aikima yaitu desa yang memesona. Selain indah, desa ini juga punya beberapa tujuan wisata. Ada pasir putih di tengah gunung yang sudah aku datangi, juga mumi ratusan tahun yang jadi tujuan kali ini.

Mobil berbelok ke jalan tanah menuju Desa Aikima. Hari itu, Jumat (10/8/2012), aku dan beberapa wartawan yang meliput Festival Budaya Lembah Baliem 2012 melihat mumi Papua untuk pertama kalinya. Berbeda dengan Desa Yiwika (tempat mumi lain berada) yang ramai dikunjungi wisatawan, Desa Aikima sangat sepi. Hanya ada seorang laki-laki paruh baya ketika kedatangan kami.

Mumi itu berada di Honai paling tengah. Sebelum mengeluarkannya, laki-laki tersebut menaruh dingklik pamer di depan Honai. Ia pun keluar menggendong mumi berwarna hitam legam, dengan kepala menunduk dan badan meringkuk.

Werapak Elosak, itulah nama mumi di Desa Aikima. Sudah 300 tahun sejak Pemimpin Desa itu meninggal. Tubuhnya menghitam alasannya yaitu terus-menerus diasap. Ini memang cara tradisional masyarakat Suku Dani ketika memumikan leluhurnya. Sambil diasap, mumi juga terus-menerus dibalur lemak babi.

Walau begitu, tambahan yang menempel di badan sang mumi masih terawat dengan baik. Ia mengenakan epilog kepala, juga kalung dari untaian tali yang menunjukan usia. Kalau penasaran, hitung saja sendiri!

Walaupun tergoda usia, mumi ini masih terawat dengan baik. Kulitnya masih menempel di tulang, terutama pada cuilan wajah. Giginya masih utuh walaupun pipinya tirus sekali. Tali kecil melilit beberapa cuilan tubuhnya semoga tetap pada posisi.

Hanya para petinggi suku saja yang sanggup dimumi. Werapak Elosak misalnya, yaitu Pemimpin Desa yang disegani. Sekarang sudah keturunan ke-7 yang menjaganya dengan baik. Mereka tinggal di Honai yang sama dengan sang mumi!

Untuk melihat mumi ini, wisatawan harus merogoh kocek untuk masyarakat setempat. Biasanya harga dipatok Rp 100.000-150.000 per mobil, berapa pun isinya. Sebelum memotret, Anda juga harus meminta izin semoga tidak dipungut biaya lagi. Namun harga itu sepadan dengan pengalaman melihat mumi khas Papua. Anda juga sanggup mengobrol sepuasnya dengan masyarakat setempat.

courtesy : http://travel.detik.com/read/2012/08/30/164635/2003526/1383/satu-lagi-mumi-di-lembah-baliem-papua

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mumi Di Papua"

Post a Comment