Penyesalan Seorang Dokter...



Seorang dokter berpangkat kolonel di suatu negara berprestasi sangat cemerlang. Dengan demikian, beliau dipercaya oleh kalangan atas, termasuk presidennya, untuk merawat kesehatan diri mereka pada dokter yang arif tersebut.

Setiap hari, hidupnya dipenuhi oleh aktivitas kiprah yang menciptakan orang lain berdecak kagum alasannya yaitu tidak semua dokter menerima kesempatan berprestasi menyerupai itu. Hari demi hari dilalui dengan prestasi yang menjulang. Semakin tinggi dan tak terbilang hadiah dan kemudahan hidup yang menggiurkan diterimanya.

Begitu penuh aktivitas hidupnya untuk mengurus orang lain, pergi berhari- hari menemani jenderal ini dan itu, pergi berminggu-minggu untuk menemani presiden ke luar negeri, dan sebagainya. Untuk bertemu muka dengan istri dan anak-anaknya sungguh hal yang langka. Dan keadaan ini terus berlanjut dari waktu ke waktu.

Sampai suatu hari sepulang dari luar negeri menemani dan merawat pejabat tinggi yang sedang sakit, setiba di depan rumahnya, sang dokter melihat tenda terpasang dan kerumunan para kerabat dan tetangganya. Dalam hati sang dokter bertanya: ada apa gerangan di rumahku? Begitu keluar dari mobil, beliau eksklusif bergegas masuk menguak kerumunan para tamu yang memberikan ucapan belasungkawa.

Setiba di ruang tamu rumahnya, terbujur sang istri tercinta, perempuan yang menjadi penggalan jiwanya, perempuan yang selama ini ditinggalkannya untuk bepergian menjalankan tugas-tugas untuk merawat dan mempertahankan hidup orang lain. Tapi, satu-satunya perempuan yang diinginkan dalam hidupnya ketika ini bengong kaku. Sang istri meninggal sesudah menderita sakit parah yang cukup lama, dan beliau tidak bisa merawatnya, apalagi memperpanjang masa hidupnya.

Maka, tercenunglah sang dokter. Dia bertanya ke mana saja saya ini, kapan terakhir saya makan bersama dengan perempuan kesayanganku, kapan terakhir kali saya menyidik kesehatannya, kapan terakhir kali saya mengucapkan selamat berulang tahun untuknya. Oh, sudah lama-lama sekali! Sekarang saya ingin mengucapkannya, kini saya ingin makan bersamanya, kini saya ingin tidur bersamanya, tapi sudah terlambat! Tidak ada hari esok lagi untuk melakukannya.
RENUNGAN:
Jangan hingga kita menyesal dalam hidup ini. Hidup terlalu singkat untuk digunakan "tidak peduli terhadap pasangan" serta "merasa kecewa dan marah". Jadikan sentuhan, pelukan, dan kemesraan sebagai alat untuk membangun fondasi yang berpengaruh dalam hal membina relasi suami- istri. Sama menyerupai otot, kasih sanggup menjadi berpengaruh jikalau sering digunakan. Sebaliknya, kasih juga bisa mati jikalau tidak disertai perbuatan.

Mudah-mudah belum terlambat bagi kita untuk memulai menyampaikan apa yang seharusnya dikatakan, apa yang seharusnya dilakukan untuk membahagiakan pasangan hidup dan diri kita juga.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Penyesalan Seorang Dokter..."

Post a Comment