Pudarnya Pesona Boyband Dan Girlband Di Indonesia


Sejak tahun 2010 scene musik tanah air diserbu oleh hadirnya sekumpulan laki-laki dan perempuan yang menari enerjik sambil menyanyi di atas panggung. Dengan gaya yang berciri, meski terkadang berkiblat pada Korean Style dan segala turunannya, musik-musik dari mereka yang ear catchy bisa diterima masyarakat dan meledak.


Namun seiring berjalannya waktu, girlband dan boyband ini mulai tenggelam. Para penggemar pun mulai meninggalkan mereka. Menanggapi fenomena tersebut, pengamat musik Budi Ace pun berkomentar. Menurutnya, ada tiga faktor yang menciptakan konsumen atau penikmat musik meninggalkan mereka. Faktor pertama berdasarkan Budi, boyband-girlband ini hanyalah sebuah boneka yang hadir tanpa visi dan misi.

"Mereka hanyalah boneka semata. Apa yang mereka lakukan hanyalah semacam menyanyikan saja tidak ada visi dan misi yang terang perihal karya yang mereka bawakan. Di sini kepentingan bisnis industri lah yang dikedepankan," katanya , Minggu (20/10).

Faktor kedua, tidak adanya penjiwaan terhadap karya yang dimiliki. "Tidak ada penjiwaan terhadap karya. Di mana mereka kurang menyadari betul pentingnya penjiwaan atas sebuah karya. Contohnya tidak ada yang bisa menjiplak bagaimana Duta menyanyikan lagu-lagu Sheila On 7, lantaran Duta kental dengan logat Jawanya. Atau Ariel yang sangat kentara nuansa Bandung, atau Slank yang kental dengan gaya Jakarta-nya," ujar Budi yang juga seorang jurnalis musik itu.

Budi Ace juga mengaku telah membaca sebuah studi bahwa pemerintah Korea, dengan sungguh-sungguh memperhatikan potensi boyband-girlband ini untuk ke depannya. Sehingga keunikan mereka dikenal tak hanya di sangkar sendiri, tapi juga di dunia musik internasional. Hal itu yang berdasarkan Budi tidak diterapkan di Indonesia.

"Pemerintah memperhatikan pentingnya pemahaman akan budaya, teknologi, pokoknya segala yang menyangkut potensi dari Korsel. Selain itu pemerintah di sana juga melaksanakan inkulturasi budaya untuk nantinya mereka (boyband-girlband) bawa ke luar. Itulah sebabnya mereka mempunyai kekhasan dan keunikan sendiri yang tidak ditemukan di dunia lain. Dan itu juga yang menjadi salah satu nilai jual yang menguntungkan bagi mereka," ungkap Budi Ace.

Budi kemudian memberi pola perihal wujud dari perilaku pemerintah Korea tersebut. "Kita bisa lihat beberapa waktu kemudian ketika bagaimana Gangnam Style sempat merajai dunia dan itu bukti dari kesungguhan dan kerja keras banyak pihak di Korea sana. Lihat bagaimana beliau menyanyi. Itu kan sangat Korea banget melody lagunya," jelasnya.

Lalu, bagaimana dengan faktor terakhir? "Pernah saya menyaksikan sebuah program audisi boyband di mana masukan dari para juri kepada para penerima hanya dalam batasan gerak ataupun olah vokal. Buat saya, dunia musik lebih dari itu, butuh penjiwaan, butuh identitas untuk sanggup bertahan. Dan untuk sanggup dicintai, mereka harus sanggup menghasilkan suatu karya. Menulis lagu bagi saya ialah hal yang mutlak. dan itu tidak saya temukan pada kala gegap gempita boyband yang kini hampir mati ini," paparnya.

Budi kemudian menambahkan, "Kalau saya amati, data di lapangan memperlihatkan 40% pecinta SM*SH itu ialah pecinta Morgan, 60%-nya dibagi sama personel lainnya. Kaprikornus bisa dibayangkan bagaimana nasib sebuah grup boyband itu ke depannya."

Namun faktor yang paling memprihatinkan dari itu semua ialah minusnya identitas bangsa ini dikemas oleh para boyband maupun girlband di tanah air.

"Mari tengok karya boyband-girlband kita, mereka Korean look sekali. Mulai dari penampilan dan melody vokal dan pola ritme lagu, semuanya mengadaptasi habis pesona Korea. Kita kehilangan identitas kebudayaan Indonesia, yang bekerjsama merupakan jiwa atau roh yang diekspresikan melalui lagu," pungkas Budi.

Soal kala boyband dan girlband yang bakal menghilang, diiyakan oleh Budi Ace. Pengamat musik yang juga jurnalis ini memprediksi akan terjadi perubahan dalam peta musik tanah air. Namun hal tersebut bertahan hanya pada 2014.

"Saya memprediksi kalau boy grup band yang ketika itu sedang gegap gempita di tahun 2014 bakal selesai. Namun belum juga tahun 2014, boy dan girl grup band sudah banyak yang bertumbangan," katanya, Minggu (20/10).

Ia menduga kejenuhan yang disodorkan boyband dan girlband menjadi salah satu faktor meredupnya mereka ketika ini. Apalagi biasanya yang mereka sajikan hanya itu-itu saja. Hal ini menciptakan stasiun televisi yang dulu getol menayangkan saban hari mulai berpikir ulang.

"Kejenuhan memang ketika ini dialami oleh banyak orang untuk menyaksikan boyband. Hampir semua stasiun televisi ketika ini sudah jarang menayangkan performa mereka. Kalaupun ada stasiun teve yang masih mau menayangkan boyband, berdasarkan saya itu stasiun teve maksa banget," sambungnya.

Menurutnya, supaya boyband maupun girlband masih lezat dilihat, maka sudah seharusnya mereka mempunyai rencana perubahan. Diharapkan dengan perubahan, bisa dari gaya, perform, koreografi dan sebagainya, tidak menciptakan mata menoleh ke daerah lain. Bahkan Budi menilai orang kini lebih menyukai Coboy Junior lantaran masih belum dewasa tanggung.

"Itu semua tidak dimiliki oleh boyband, di mana mereka mentransfer secara instan baik gaya maupun logat atau gerak-gerik koreografernya dari luar, dan saya sangat menyayangkan hal ini. Mungkin ketika ini orang masih menyukai Coboy Junior itu bukan lantaran musiknya tapi lantaran mereka anak-anak," ucapnya lagi.

Sementara bagi girlband, ia beropini hanya menyampaikan pesona fisik semata tanpa diimbangi dengan karya lain. Bahkan jauh dari mengenalkan budaya bangsa sendiri. Ini berbeda dengan girlband Korea yang justru membawa serta mengenalkan budaya mereka.

"Girlband hanya menyampaikan pesona semata. Sama menyerupai boyband, mereka tidak dididik untuk bernyanyi secara benar ataupun menuliskan lagu. Dan lebih prihatinnya, para girlband itu sendiri tampaknya jauh banget buat ngebawa budaya Indonesia. Berbeda dengan girlband dari Korea yang cerdas mem-packaging budaya Korea dalam karya mereka," urai Budi.

Karena itu, supaya boyband dan girlband ingin bertahan, maka mereka harus segera berbenah diri. Pasalnya, perubahan yang kian cepat mengikuti zaman harus diikuti dengan baik. Apalagi untuk menjadi terkenal menyerupai boyband maupun girlband, membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

"Ya bila mereka ingin bertahan, mereka harus berbenah dan memandang ulang esensi berkesenian, memaknainya dengan keindahan yang terkandung di dalam kebudayaan dan berjiwakan kecantikan. Kita terkagum-kagum dengan penampilan boyband dari Korea Selatan, namun kita harusnya tahu bahwa tidak ada cara instan untuk itu. Setidaknya butuh 5 hingga 7 tahun untuk memoles dan membekali seseorang atau boyband atau girlband sebelum terjun ke dalam industri," terangnya.

Senada dengan itu, produser Foxy Girl Andrew Darmoko menyampaikan bila kala boyband dan girlband ketika ini hampir usai. Hal ini ditandai dengan kian minimnya undangan lagu dari masyarakat.

"Saya amati memang demikian yah. Tidak bisa dipungkiri kalau kala boyband dan girlband hampir usai. Dari pembicaraan dengan beberapa teman-teman yang bekerja di radio juga sama. Mereka malah memberitahu kalau sudah tidak ada lagi request lagu, bahkan untuk memutar lagu dari girlband ataupun boyband," ujarnya, Senin (21/10).

Ia pun melihat angin perubahan mulai mengarah pada solois. Karena itu Andrew pun berbenah. Ia menyiasati Foxy Girl dengan cara lain. Semisal tak hanya menampilkan koreografi nan seksi melainkan mulai memasukan unsur lain dalam musik, juga dengan sisi entertain-nya.

"Saya sendiri lebih membaca perubahan ketika ini lebih menuju ke arah kala solois. Maka dari itu Foxy Girl melaksanakan perubahan dengan memasukan unsur musik lain dan lebih banyak entertain sehingga lebih variatif. Bahkan ketika ini beberapa personel Foxy menyerupai Jessy dan Moza sudah mulai berguru juga untuk menulis lirik lagu. Moza sangat besar lengan berkuasa buat unsur pop rocknya," jelasnya lagi.

Sedangkan Indra Bekti yang dulu sempat mendirikan boy grup band FBI, menyampaikan habisnya kala boyband dan girlband ini lantaran perputaran masa semata. Pasalnya kala musik lain juga akan mengalami hal yang sama. Apalagi terkait dengan keramaian musik dunia pula.

"Itu kan punya masa. Ada perputaran. Pun dengan musik dunia. The Jackson Five, misalnya. Apa yang lagi in ketika itu akan diikuti. Dulu juga saya bikin boyband jaman 2000, Westlife. Ada ME juga. Fenomena ini sempat hilang. Akhirnya timbul lagi menyerupai di Korea, Jepang. Di sana heboh, sehingga Indonesia lihat ada pasar. Kaprikornus dibikin menyerupai belum dewasa Korea dan berkembang," ungkapnya di MNCTV, Ahad (20/10).

Bapak satu anak ini juga memprediksi, kala yang sama akan menggeliat kembali lima tahun mendatang. Apalagi para penggemar musik jenis ini mempunyai loyalitas cukup tinggi.

"Nunggu mungkin lima tahun lagi akan musim. Sepertinya saya lihat itu, ada yang bertahan dan gak kuat. Karena fans-fans loyal banyak," jelasnya.

Karena itu Indra berpesan pada boyband dan girlband yang masih eksis untuk terus menciptakan karya lain guna meminimalisir kebosanan. Bahkan bila perlu menerobos sesuatu yang gres hingga masyarakat pun tidak meninggalkan begitu saja.

"Terus berkarya dan harus sabar, mendapatkan kenyataan lantaran ternyata masanya udah abis. Bikin karya-karya yang gak habis. Mungkin Morgan demikian," katanya.

courtesy : kapanlagi.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pudarnya Pesona Boyband Dan Girlband Di Indonesia"

Post a Comment